Sebanyak 63 peneliti dari berbagai kampus di Indonesia, akan mempresentasikan hasil kajiannya tentang masyarakat hukum adat dalam Simposium Nasional bertema “Dilema Masyarakat Hukum Adat di Indonesia”. Kegiatan yang dilaksanakan Pusat Studi Hukum, Islam, dan Adat Universitas Syiah Kuala, Darussalam, itu akan berlangsung pada Kamis-Jumat (25-26/8) mendatang.

Menurut Ketua Panitia, Dr Sulaiman Tripa, pembicara kunci yang konfirmasi bisa berhadir untuk acara ini adalah Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Agraria Masyarakat Adat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. “Bapak Dr Bambang Supriyanto dan Bapak Dr Yagus Suyadi SH MSi, sudah mengonfirmasi akan hadir,” kata Sulaiman di Darussalam, Selasa (23/8) pagi.

Dalam kegiatan ini, tambah Sulaiman, sejumlah pihak akan menyampaikan kajian dan pandangannya terkait masyarakat hukum adat. Selain pembicara dan peneliti dari USK, peserta lain yang akan hadir langsung maupun daring, berasal dari Universitas Malikussaleh, Universitas Teuku Umar, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Lampung, WRI Indonesia, IAIN Lhokseumawe, Universitas Muhammadiyah, Universitas Indonesia, Universitas Pakuan, Universitas Bhayangkara, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Andalas. Bahkan ada satu penulis dari Department of Islamic Studies, NUML-Islamabad. “Selain 50 peneliti yang mengirim makalahnya, ada 13 pemateri utama yang khusus diundang untuk mengisi tiga sesi diskusi,” tambahnya.

Pemateri yang khusus diundang, antara lain Dr Rikardo Simarmata (pakar adat dari Universitas Gadjah Mada), Prof Dr Kurniawarman SH MH (pakar  hukum Agraria dari Universitas Andalas), Prof Dr Ahmad Humam Hamid MA (pakar sosiologi pedesaan USK), Dr M Adli Abdullah (Kementerian Agraria dan Tata Ruang), A Hanan SP MM (Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Yustina Ogoney (perwakilan perempuan adat Suku Moskona Papua Barat), Dr M Gaussyah SH MH (pakar hukum tata negara USK), Tgk. Mukim Ilyas (Mukim Beungga, Tangse), Agung Wibowo (Perkumpulan Huma), Rizki Januar (WRI), dan Zulfikar Arma (JKMA). Mewakili pusat studi, akan disampaikan hasil kajian oleh Dr Teuku Muttaqin Mansur MH. Kegiatan ini sendiri, menurut Sulaiman Tripa, didukung sejumlah lembaga mitra yang selama ini melaksanakan pendampingan di Aceh. Masing-masing mitra membantu kebutuhan kegiatan secara gotong royong. Bahkan panitian berkomunikasi dengan semua pihak sejak awal dari perencanaan kegiatan. “Ada World Resource Institute (WRI) Indonesia yang selama ini mendampingi masyarakat di Aceh. Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA) yang fokus pada isu kehutanan dan hutan Leuser. Selain itu ada Perkumpulan HuMa Jakarta yang selama ini konsen dengan masyarakat adat. Di Aceh sendiri ada Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh. Termasuk Geuthee Institute dan Bandar.

Categories:

Tags:

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *